Rabu, 21 Desember 2016

SEJARAH BAHALWAN - NILAI JUANG ABDUL KADIR BAHALWAN DARI JURNALIS HINGGA PEJABAT DEPAG (Bagian II)

Oleh : Washil Bahalwan



ABDUL KADIR BAHALWAN
1909-1974

Sebelum penulis menjabarkan lebih lanjut peran apa yang dilakukan oleh Abdul Kadir Bahalwan, terlebih dahulu disampaikan secara singkat sosok  Abdul Kadir Bahalwan. Abdul Kadir  Bahalwan dan  Ahmad  bahalwan adalah anak dari Salim Bin Abdurrahman Bahalwan. Jika abangnya (Ustadz Ahmad Bahalwan) lebih konsen dalam bidang pendidikan, maka sang adik,  Abdul Kadir Bahalwan memilih bidang lain yaitu politik dan jurnalis. Nah pada bagian kedua ini, marilah kita ikuti lebih lanjut kiprah  Abdul Kadir Bahalwan dalam bidang jurnalistik.

 Abdul Kadir  Bahalwan lahir pada tanggal 17 Juli 1909 di Banda Naira-Maluku Tengah. Sejak kecil Abdul Kadir  Bahalwan dan abangnya (Ahmad Bahalwan) dididik dengan dasar agama, melalui sekolah Al-Ma’arif yang berdiri tahun 1919. Sekolah tersebut didirikan dan dikelolah oleh abah beliau sendiri (Salim bin Abdurrahman Bahalwan), yang berlokasi di sekitar Jl. KHM. Mansyur Surabaya.

Sekolah Al-Ma’arif pada saat itu menjadi sekolah agama yang sangat bagus dan menjadi pilihan bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya guna mendalami agama. Yang menjadi kepala sekolahnya untuk pertama kali berasal dari Mesir, yaitu Muallim Mursyidi. Namun sekarang muncul pertanyaan besar di benak kita bersama, khususnya junior Bahalwan. Mengapa sekolah itu (Al-Ma’arif Surabaya) sekarang sudah tidak ada lagi alias tutup ? Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut, termasuk faktor-faktor penyebabnya Insyaa Allah akan dipaparkan penulis pada edisi mendatang. Dengan satu harapan junior Bahalwan mendapatkan informasi yang utuh dan tidak sepotong-sepotong tentang sekolah Al-Ma’arif.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah Al-Ma’arif, Abdul Kadir Bahalwan terpanggil untuk aktif dalam dunia politik, sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian pertama minggu yang lalu. Peran ini dilakukan oleh Abdul Kadir Bahalwan untuk ikut serta memperbaiki keadaan yang memang pada saat itu harus segera diambil tindakan, khususnya untuk menyelamatkan umat Islam dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ketika situasi politik sudah berangsur kondusif, selanjutnya  Abdul Kadir Bahalwan memilih tinggal bersama abahnya di Bangil-Pasuruan mulai tahun 1942. Menginjak dewasa, Abdul Kadir  Bahalwan melaksanakan salah satu Sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu menikah tahun 1950 dengan seorang wanita bernama Nafiah Binti Awad Attamimi dan selanjutnya bertempat tinggal di Ampel Tebasan (sekarang Ampel Mulia).



Mobil pribadi Abdul Kadir Bahalwan yang menemani tugas jurnalistik beliau di Surabaya.

Ternyata bidang politik dan jurnalistik itu beda-beda tipis. Sama-sama tujuannya adalah mempengaruhi orang lain. Kalau politik dengan cara mengajak orang untuk terlibat langsung dalam kegiatan politik praktis, sedang jurnalistik lewat tulisan-tulisan wartawannya. Sekitar tahun 1950-an, Abdul Kadir  Bahalwan berkarir menjadi wartawan di sebuah surat kabar yang terbit di Surabaya. Dalam mencari berita, Abdul Kadir bahalwan, berusaha untuk mencari narasumber yang berkompeten dengan topik yang sedang diangkat di surat kabarnya. Sebab menurut Abdul kadir Bahalwan, koran dapat dijadikan media bagi para pembaca untuk menambah wawasan. Oleh karena itu menjadi tugas wartawan untuk menyajikan berita yang tidak hanya menarik, akan tetapi berita yang dapat menambah dan membuka wawasan pembaca untuk menjadi lebih baik lagi di kemudian hari. Abdul Kadir Bahalwan dalam menjalankan misi kewartawanannya sangat hati-hati dan memegang teguh kode etik jurnalistik. Sehingga tulisannya sangat dinanti oleh pembaca, karena mampu menggugah semangat pembaca untuk berjuang melawan pembaca. Tidak jarang Abdul Kadir Bahalwan berurusan dengan penguasa pada saat itu, karena tulisannya menyerempet kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat dan tidak berkeadilan. Akan tetapi Abdul Kadir Bahalwan tetap maju pantang menyerah untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan melalui tulisan-tulisannya. Karena itu banyak wartawan lain yang segan sekaligus bangga, karena profesi wartawan tidak dengan mudah dijadikan alat kekuasaan untuk melegitimasi kebijakan yang hanya memenuhi nafsu penguasa. Justru wartawan dengan korannya mampu menjadi filter dan alat kontrol bagi penguasa untuk benar-benar melaksanakan prinsip-prinsip kekuasaannya untuk kemakmuran dan keadilan rakyat yang dipimpinnya.



Kenangan Abdul Kadir Bahalwan (Tengah-Celana Abu-Abu) bersama para sahabatnya saat bertugas sebagai wartawan di Surabaya

Seperti yang disampaikan oleh keponakannya, yaitu Fadhil Bin Abdurrahman bahalwan, ”Ami-Di (julukan  Abdul Kadir bahalwan dalam lingkungan keluarga) orangnya disiplin, tegas, berani dan pintar. Beliau tidak takut asalkan benar“. Termasuk komentar dari Rugayah Ba’adillah (Istri Ali Bin Zein Bahalwan) yang telah diceritakan kepada anaknya (Taufiq Bahalwan) bahwa abang-Di orangnya sosial dan welcome pada siapapun yang berkunjung ke rumahnya (baik keluarga yang berasal dari Banda Naira-Maluku maupun teman sejawatnya). Karena tulisan-tulisannya yang berbobot dan orangnya memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, maka dalam suatu ketika Abdul Kadir Bahalwan sempat bertemu dengan Sekjen (Sekretaris Jenderal) Departen Agama RI di Surabaya dan beliau (Bapak Sekjen) merekomendasikan Abdul Kadir Bahalwan untuk dapat bekerja di Departemen Agama RI Pusat. Tawaran tersebut dengan senang hati diterima oleh Abdul Kadir Bahalwan, karena dengan bekerja di Departemen Agama, maka bisa dapat berbuat lebih banyak lagi untuk memperjuangkan kepentingan umat, seperti yang dituturkan oleh Fadhil Bahalwan dalam suatu kesempatan.

Suasana Idul Adha di rumah Abdul Kadir Bahalwan di Ampel Tebasan (sekarang Ampel Mulia) Surabaya tahun 1953.  Zein bin Abdurrahman Bahalwan mengenakan baju gamis. Dari kiri ke kanan : Saleh (Lee) Bahalwan,  Fahmi Bahalwan,  Fadhil Bahalwan, dan Ibrahim Bahalwan.

Komentar lain juga datang dari paman Abdul Kadir Bahalwan (Zein Bin Abdurrahman Bahalwan), yang juga orang tua penulis. Saat penulis masih kecil sekitar tahun 1972-1973, Dia (Abdul Kadir Bahalwan) sangat teguh memegang prinsip untuk menegakkan agama. Karena pendiriannya yang teguh dan wawasannya yang luas, maka tugas selanjutnya Abdul Kadir Bahalwan ditempatkan di bagian Humas Departemen Agama RI sekaligus bertugas sebagai pembuat naskah pidato Menteri Agama serta mengoordinir urusan luar negeri yang berkaitan dengan keagamaan. Hampir setiap hari,  Abdul Kadir Bahalwan membuat konsep naskah pidato sang Menteri Agama RI. Pekerjaan tersebut dikerjakan dengan serius, hati-hati dan teliti, karena ini menyangkut kedinasan dan agar apa yang akan disampaikan oleh Bapak Menteri Agama RI dapat dengan mudah dicerna dan dipahami oleh masyarakat, instansi atau lembaga. Tidak jarang  Abdul Kadir lembur sampai larut malam, seperti yang dikatakan oleh salah seorang anaknya yang bernama Dora Binti Abdul Kadir Bahalwan.


Kenangan pelantikan Abdul Kadir Bahalwan sebagai pejabat Eselon IV Depag RI sekitar tahun 1960-an.

Kenangan Suasana Pelantikan Pejabat Depag RI.  Abdul Kadir Bahalwan berada paling kiri (sedang disumpah).
 

 Kunjungan Dubes salah satu Negara Timur Tengah ke kantor Depag RI dan diterima oleh Kepala Bagian Humas,  Abdul Kadir Bahalwan.

Komentar yang lain datang dari Aboud Said Attamimi sebagai saudara misan dari istri  Abdul Kadir bahalwan. Ami Aboud tinggal di Karang Tembok Gg.V Surabaya, suami dari Cik Nonik Attamimi. Ami Aboud Attamimi kebetulan bekerja satu kantor dengan penulis sekitar tahun 1996, pada sela-sela istirahat di kantor, ami Aboud Attamimi sering bercerita tentang  Abdul Kadir Bahalwan. Menurut ami Aboud Attamimi, Abang-Di (panggilan dalam keluarga bagi Abdul Kadir  Bahalwan), orangnya baik kepda siapapun termasuk keluarga Attamimi, pintar dan kharismatik. Masih menurut ami Aboud Said Attamimi, ternyata yang baik bukan hanya abang-Di saja tetapi juga abanya (ami Salim Bahalwan). Dan meskipun beliau pejabat negara (di lingkungan Depag RI), ia tidak sombong tetap rendah diri dan selalu menghargai orang lain.

Meskipun penulis tidak pernah bergaul dan bertatap muka dengan Abdul Kadir Bahalwan (karena beliau tinggal di Jakarta), akan tetapi dari cerita abah penulis, ami Aboud dan sahabat lainnya, sudah cukup mewakili untuk mengetahui karakter dan sepak terjang  Abdul Kadir  Bahalwan. Dapat penulis katakan bahwa pribadi Abdul Kadir  Bahalwan, orangnya ramah, mudah bergaul, rendah hati dan tidak sombong (walaupun secara ekonomi lebih dari cukup dan termasuk pejabat tinggi di Departemen Agama RI), baik kepada siapapun. Akan tetapi memiliki kepribadian yang tegas, berani dan tidak kompromi, apalagi itu berkaitan dengan agama Islam. Orangnya memegang teguh prinsip dan lebih baik dibenci orang lain karena menegakkan agama Allah dari pada disenangi orang karena mau menggadaikan nilai-nilai agama.

Selama berdinas di kantor Departemen Agama RI, beliau tinggal di rumah dinas di Jl. Prapanca Jakarta. Dan akhirnya Abdul Kadir  Bahalwan meninggal di Jakarta pada tanggal 10 Juni 1974 dalam usia 65 tahun, dengan meninggalkan dua orang anak yaitu Dora dan Maryam (Mery).
Pada sisi lain, karena kemampuannya dalam bidang bahasa Arab yang luar biasa, maka  Abdul Kadir  Bahalwan dijadikan guru bahasa Arab oleh KH. Abdullah Wasi’an. Seorang mubaligh terkenal di Surabaya yang dalam berbagai ceramahnya, beliau memfokuskan pada pembahasan tentang kristologi (cabang ilmu yang mempelajari seluk beluk kitab injil dan segala yang terkait dengannya). KH. Abdullah Wasi’an ingin agar penguasaan bahasa Arabnya menjadi lebih baik dan tidak salah menjadikan  Abdul Kadir  Bahalwan sebagai mentornya. Dalam perjalanan selanjutnya, KH. Abdullah Wasi’an terpilih menjadi salah satu Pimpinan Muhammadiyah Surabaya dan waktu Mohammad Natsir (mantan Perdana Menteri RI) mendirikan DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia), KH. Abdullah Wasian langsung bergabung dengan DDII Jatim bersama KH. Misbah, dll. Dan sebagai sikap politiknya, KH. Abdullah Wasi’an juga telah bergabung dengan PSII. Rupanya sepaham pemikiran antara  Abdul Kadir Bahalwan dengan KH. Abdullah Wasi’an (dikutip dari buku Apa dan Siapa, 50 Tokoh Muhammadiyah Jatim, Hikmah Press 2005, hal 15).

Menurut beliau berdua, dalam perjuangan yang diperlukan adalah perlu adanya pembagian tugas yang jelas, dan yang terpenting adalah sikap tegas dan selalu waspada kepada siapapun, mengingat tantangan umat Islam di luar sana sangat kompleks. Baik itu tantangan dari umat Islam sendiri, maupun pihak luar yang tidak rela melihat Islam maju dan berkembang. Terima kasih  Abdul Kadir Bahalwan. Engkau telah menjadi salah satu obor penerang perjuangan Islam Indonesia. Semoga Islam di Indonesia semakin eksis dan berkembang serta umat Islam mampu mengambil peran dalam setiap perjuangan menegakkan Islam demi kemaslahatan bersama. Dan poin penting yang ingin penulis sampaikan pada kesempatan ini adalah sudah lama umat Islam tertidur dininabobokkan oleh keadaan. Mari kita sambut masa depan dengan penuh kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas.                         

Sudah banyak sejarah bangsa ini yang melibatkan umat Islam hilang tanpa bekas. Kalau hal ini tidak segera disadari oleh umat Islam sendiri, maka kasihan anak cucu kita nanti. Mereka beranggapan kakek neneknya tidak berbuat untuk negeri ini.

Oleh karena itu menjadi kewajiban partai Islam, organisasi Islam, dan umat Islam itu sendiri untuk segera menghilangkan sekat-sekat perbedaan dan mencari kesamaan sudut pandang dari suatu permasalahan yang ada. Tantangan ke depan sangat kompleks dan berat. Oleh karena itu hanya dengan kerjasama, bersinergi diantara elemen umat Islam saja, maka kejayaan Islam seperti yang pernah digambarkan pada zaman Rasulullah, para sahabat dan tabiin akan dapat kita wujudkan kembali.

Dan untuk mengakhiri tulisan ini, penulis teringat dengan kata bijak yang disampaikan oleh presiden pertama RI, Ir. Soekarno. Beliau pernah mengatakan “JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH (JASMERAH). Karena sudah banyak contoh, manakala kita melupakan sejarah masa lalu, maka arah perjalanan ke depan pasti tidak akan sesuai atau menyimpang dari tujuan awalnya (ruh dari lahirnya sebuah negara, misalnya).

Semoga para generasi muda diberi kekuatan dan kemudahan untuk mewujudkan mimpi-mimpi para tokoh Islam dahulu yang belum terwujud. Semoga Allah SWT memudahkan setiap usaha perbaikan dan penyempurnaan terhadap lahirnya generasi unggul.                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar