Sabtu, 28 Januari 2017

SEJARAH BAHALWAN - KAKEKKU SEORANG PEDAGANG DENGAN MENGENDARAI KAPAL LAYAR

Oleh : Washil Bahalwan                               

                 

GAMBAR ALUR BAHALWAN BANDA NEIRA             

                                     

TERJEMAHAN TULISAN ARAB PEGO ZEIN BIN ABDURRAHMAN BAHALWAN :
1. KHIRDH : Nashiruddin Abdullah Bahalwan
2. HIJRIEN : Geis
3. GHURFAH : Anaknya Geis yaitu : Ahmad, Abu Bakar, Zumali dan Abdullah
4. SURABAYA : Mohammad Bin Mubarak Bahalwan
5. Abdurrahman Bin Mubarak Bahalwan beristri dengan Rugayah Binti Abdurrahman Sabban di Banda Neira

Inilah Silsilah kita AL – BAHALWAN Banda :
Muhammad Bin Mubarak Bin Muhammad Bin Salim Bin Abdullah Bin Geis Bin Zumali Bin Amru Bin Abdullah Bin Qazim Bin Abdul Aziz Bin Fadhil Bin imam Nashiruddin Abdullah Bahalwan.
Dalam tahun 1917 sehabis Perang Dunia I sampai tahun 1953 sehabis Perang Dunia II dalam masa 36 tahun.
Empat bersaudara tersebut telah meninggalkan tanah air (maksudnya Banda), berhijrah ke Surabaya pertama : Salim baru berikutnya Hasan, Zein dan Abdullah.

• Abah kita, maksudnya adalah kakek penulis yaitu Abdurrahman Bahalwan terlahir di Semarang dalam tahun 1273 H dan wafat di Banda dalam tahun 1311 H.
• Ibu kita, maksudnya adalah nenek penulis yaitu Rugayah Binti Abdurrahman Sabban terlahir di Banda dalam tahun 1278 H dan wafat di Banda pula dalam tahun 1365 H.
• Dari wafatnya Geis di Hijrien dalam tahun 1069 H sampai tersusunnya buku sejarah ini dalam tahun 1378 H sudah berjalan 309 tahun lamanya.


Atas dasar alur Bahalwan tulisan Arab Pego abah Zein, demikian biasa kami memanggilnya dapat dikatakan bahwa alur Bahalwan tersusun rapi dan terdokumentasikan dengan baik. Sehingga memudahkan penulis untuk mengembangkan serta menginformasikan kepada Bahalwan secara lebih luas lagi. Sekaligus dapat diperjelas  bahwa, ada beberapa orang yang dapat dikatakan sebagai pembuka tabir sejarah Bahalwan. Beliau yang di maksud adalah :
1. Zumali Bin Geis Bin Zumali Bin Amru Bin Abdullah Bin Qazim Bin Abdul Aziz Bin Fadhil Bin Imam Nashruddin Abdullah Bahalwan yang telah menulis buku dengan judul “RASYIDATUL AKHWAN“. Dimana buku tersebut menjadi rujukan utama dan pertama, manakala kita ingin menggali sejarah Bahalwan.
2. Karamah Bin Umar Bin Ali Bin Mubarok Bahalwan. Merupakan ahli silsilah Bahalwan di Aden sekaligus yang meneliti dan ternyata antara Bahalwan Hadramaut dan Bahalwan Indonesia masih ada pertalian darah.
3. Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (Aba Dula). Ahli Silsilah Bahalwan Banda Neira, sekaligus yang menelaan surat balasan Karamah dan membenarkan apa yang disampaikan oleh Karamah yaitu pertalian darah antara Bahalwan Hadramaut dan Bahalwan Indonesia.
4. Zein Bin Abdurrahman Bahalwan. Inisiator untuk menulis surat dengan judul “Jalan Terbuka“ ke Bahalwan Ghurfah-Hadramaut. Banyak menyimpan dokumen perjalanan Bahalwan sampai dengan disusunnya silsilah Bahalwan yang selanjutnya dikenal dengan “POHON SILSILAH“ Bahalwan.
5. Kemudian diteruskan oleh Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan dan Ir. Efendy Bin umar Bahalwan.
Perlu diketahui bahwasanya Imam Nashiruddin Abdullah Bahalwan, pernah mendapatkan tugas dari Raja untuk menjadi Gubernur di kota Zele’ Afrika yang masih termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Yaman. (selengkapnya baca edisi 16). Kemudian Geis Bin Zumali Bin Amru Bin Abdullah Bin Qazim Bin Abdul Aziz Bahalwan, adalah tentara pada kerajaan Yaman dan pada tahun 1079 H diperbantukan kepada Imam Al–Muttawakkal ‘Alallah yang bernama Ismail. (selengkapnya baca edisi 16).

BERIKUT PENULIS TAMPILKAN SEKILAS KOTA SEMARANG, DALAM TULISAN ARAB PEGO ABAH ZEIN.
TULISAN ARAB PEGO KOTA SEMARANG                                          




TERJEMAHAN SEKILAS KOTA SEMARANG TULISAN ARAB PEGO ABAH ZEIN.
“Satu pemandangan yang merowitakan (maksudnya menceritakan) hati sepanjang Kali Baru kota Semarang. Simpulkan kenang – kenangan kita pada abad yang lampau. Bahwa kota Semarang adalah tempat kelahiran abah kita, maksudnya kakek penulis yaitu Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan. Tapi tak dapat kita tentukan apa nama kampungnya. Begitu pula kota kelahiran ahwal kita, maksudnya saudara ibunya Rugayah Binti Abdurrahman Sabban se ayah. Abdullah, Salim, Aisyah Binti Abdurrahman Bin Abdullah Sabban AQORIB, maksudnya keluarga dekat dan leluhur kita sekalian. Alhamdulillah dapatlah kita kumpulkan sekedar gambar – gambar tanah leluhur kita. Barat dekatnya Yaman, Hijrien, Ghurfah, Semarang, Surabaya dan Banda Neira“.

Menurut hemat penulis dari tulisan Arab Pego abah Zein tentang sekilas kota Semarang, dapat dikatakan bahwa “Semarang merupakan tempat dimana kakek penulis dilahirkan sebelum hijrah ke Banda Neira”. Muhammad Bin Mubarak bahalwan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pedagang dengan mengendarai kapal layar menetap di Semarang dan menikah dengan Nur Binti Syarwan. Dari pernikahan tersebut dikaruniai 5 (lima) orang anak yaitu : Muhani, Aminah, Aisyah, Salmah dan Abdurrahman Bahalwan (kakek penulis) dan setelah itu berhijrah ke Surabaya beserta keluarganya.

Dari Aminah  yang kemudian menurunkan Ahmad Baraja yang biasa disebut  Ahmad AMBAR , sedang Salmah adalah ibu dari Abdullah Assegaf atau Bang Yek  yang tinggal di Gresik yang anak cucunya bernama Mashuda dan tinggal di K.S. Tubun no. 11A kota Pudak Gresik. Dimana rumahnya bersebelahan dengan rumah Cik Econ Bahalwan (saudara Awad dan Umar Bin Hasan Bahalwan).



Ternyata Muhammad Bin Mubarak Bahalwan, mempunyai sahabat dekat yang juga tinggal di Semarang yaitu Abdurrahman Bin Abdullah Sabban,walaiti. Maksudnya asli orang Hadramaut-Yaman.  Abdurrahman Sabban menikah di Semarang dan dikaruniai 3 (tiga) orang anak yaitu : Salim, Abdullah dan Aisyah. Kemudian Abdurrahman Bin Abdullah Sabban hijrah ke Banda Neira untuk berdagang dan selanjutnya menikah lagi dengan penduduk asli Banda Neira yang bernama  Puasa. Dari pernikahan tersebut mempunyai anak bernama Rugayah Binti Abdurrahman Sabban.
Ketika kapal layar milik Muhammad Bin Mubarak Bahalwan berangkat dari Yaman menuju ke Semarang, banyak membawa jamaah dari Yaman yang hendak hijrah ke Indonesia secara cuma-cuma. Ada keinginan kuat dari Muhammad Bin Mubarok Bahalwan menjadikan anak laki satu-satunya, yang paling kecil, untuk dikader berdagang seperti abahnya. Maka, menginjak dewasa, di usia 17 tahun Abdurrahman Bahalwan mengikuti jejak abahnya yaitu Muhammad Bin Mubarak Bahalwan berdagang ke Banda Neira. Taqdir Allah SWT, di Banda Neira bertemu dengan sahabat dekat yang sudah lama tidak bertemu yaitu Abdurrahman Bin Abdullah Sabban yang sudah lebih dulu hijrah ke Banda Neira. Dari pertemuan tersebut, saling kangen–kangenan dan saling nanya tentang kabar masing–masing termasuk berapa anaknya dan lain sebagainya.

Waktu itu sebenarnya Muhammad Bin Mubarak Bahalwan ingin kembali ke Surabaya bersama Abdurrahman (anaknya). Namun karena ada niatan dari Abdurrahman Bin Abdullah Sabban untuk menjodohkan, maka beliau berkata kepada Muhammad Bin Mubarak Bahalwan, “Anakmu (Abdurrahman Bahalwan) biar tinggal di sini tidak perlu ikut kembali ke Surabaya, karena akan saya nikahkan dengan putriku (Rugayah Binti Abdurrahman Sabban).“ Agar  persahabatan yang telah kita jalin sejak lama tidak putus dan bahkan berubah menjadi ikatan keluarga. Dan keinginan tersebut, rupanya tidak bertepuk sebelah tangan dari pihak Abdurrahman Bin Abdullah Sabban. Maka Muhammad Bin Mubarak Bahalwan merestui dan dimatangkanlah pembicaraan perjodohan tersebut. Dalam waktu yang telah ditentukan, berlangsunglah pernikahan antara Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan dengan Rugayah Binti Abdurrahman Bin Abdullah Sabban. Pada saat pernikahan berlangsung, usia Abdurrahman Bahalwan 18 tahun dan Rugayah Binti Abdurrahman Sabban 13 tahun. Dan dari pernikahan tersebut dikaruniai 10 (sepuluh) orang anak yaitu:
1. Abdullah (Aba dula)
2. Salim (pendiri sekolah AL – Ma’arif).
3. Muhammad
4. Fathum
5. Zainah
6. Umar
7. Hasan
8. Zein (abah penulis)
9. Said
10. Salmah (Salimun).
Semua anak Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan terlahir di Banda.

Dan setelah itu Muhammad Bin Mubarak Bahalwan kembali dan menetap di Surabaya sampai wafat dan dimakamkan di TPU Rangkah Surabaya, karena waktu itu TPU Pegirian belum ada. 

Ilustrasi : kapal layar

Muhammad bin Mubarok Bahalwan Berlayar Mengarungi Samudera Nan Luas untuk Berdagang dari Yaman, Tiba di Semarang, kemudian menuju ke Banda Neira. Bahkan, pernah berlayar sampai ke Laut Cina Selatan.

Jadi benar adanya kalau ada nyanyian yang berjudul “Nenek Moyangku Orang Pelaut. Dan ternyata senior Bahalwan bukan hanya sekedar orang pelaut, akan tetapi menjadi pemilik kapal juga sebagai pedagang.  Tentunya untuk menjadi seorang pelaut bukan hanya diperlukan fisik yang prima, tetapi harus cerdas dalam membaca peta termasuk memiliki ilmu tentang pelayaran. Disamping itu juga harus menguasai ilmu falak (ilmu perbintangan), menguasai kompas sebagai penunjuk arah dan angin. 

Menurut cerita Muhammad Bahalwan (kakekku) berdagang mengarungi samudra nan luas, bahkan berlayar sampai ke Laut Cina Selatan. Demikian yang disampaikan oleh Ibu Rugayah Binti Abdurrahman Sabban (nenekku) kepada anak–anaknya tentang sepak terjang. Muhammad Bin Mubarak Bahalwan.                 

                          

Perlu disampaikan dalam pembahasan edisi 19 ini, penulis berpikir serius bagaimana caranya agar dapat menyajikan alur Bahalwan secara enak, mudah dipahami dan membangkitkan semangat untuk mencintai sejarah khususnya sejarah Al-Bahalwan. Maka dipelajari kembali berbagai buku tentang Bahalwan dari penulis sebelumnya. Dan akhirnya dipilihlah model dan sistematika yang sekarang sedang Al Bahalwan simak. Oleh karena itu dalam menyimak pembahasan kali ini, mohon kiranya dilakukan dengan cermat dan teliti, agar tidak terjadi salah paham. Karena hal ini sudah masuk pada pembahasan inti dari siapa Bahalwan sebenarnya. Memang diakui oleh penulis membaca sejarah berbeda dengan membaca novel. Membaca sejarah harus urut, seluruh tahapan harus diikuti dan dicerna dengan baik. Oleh karena itu sangat disayangkan kepada Al-Bahalwan yang belum sempat membaca secara utuh mulai edisi pertama. Akan tetapi penulis sudah menyiapkan antisipasinya dengan memasukkan seluruh tulisan penulis ke dalam internet. Silahkan membuka Google, ketik “Anak Cucu Bahalwan Menerjang Zaman“.

Dan melalui kesempatan ini pula penulis menghimbau kepada Al Bahalwan yang belum masuk menjadi anggota Group WA Bahalwan - Baadillah, untuk segera bergabung. Ingat senior kita telah memberi contoh untuk mengutamakan membangun tradisi silaturrahim. Dan di era sekarang ini di tengah kesibukan kita yang begitu padat dan jarak yang berjauhan, maka media Whatsapp Group Bahalwan – Baadilla menjadi salah satu solusinya. Semoga melalui Group WA Bahalwan – Baadilla menjadikan diri kita semakin bijak dan arif baik dalam bertutur kata maupun bersikap. Serta yang lebih penting dari itu semua adalah jangan pernah kita memutus tali silaturrahim diantara kita. Justru mari kita erat dan kokohkan jalinan silaturrahim ke depan utamanya kepada Bahalwan junior. Dan bagi Al-Bahalwan yang kurang paham, penulis dengan senang hati siap membantu. Semoga kita selalu dimudahkan oleh Allah سبحانه وتعالى dalam memenuhi apa yang menjadi keinginan dan cita-cita kita. آمين يارب العالمين           


Washil Bahalwan
penulis sejarah bahalwan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar