Rabu, 21 Desember 2016

SEJARAH BAHALWAN - NILAI JUANG ABDUL KADIR BAHALWAN SEBAGAI SEORANG POLITIKUS (Bagian I)

Oleh : Washil Bahalwan
Tulisan ini terbagi atas dua bagian, yaitu kiprah  Abdul Kadir  Bahalwan dalam dunia politik menjadi bagian pertama dan bagian kedua adalah kiprah Abdul Kadir Bahalwan sebagai jurnalis termasuk sisi lainnya.


 

Abdul Kadir Bahalwan  dalam acara menghadiri undangan dari Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, tahun 1955.

BAGIAN PERTAMA, KIPRAH ABDUL KADIR BAHALWAN DALAM DUNIA POLITIK.

Ungkapan rasa syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT Dzat yang menggerakkan segala apa yang ada di langit dan bumi serta mengatur dan mensinkronkan elemen-elemen langit dan bumi sehingga berjalan sesuai dengan perintah dan kehendak Allah SWT.  Alhamdulillah, penulis dapat melaksanakan salah satu kewajiban sebagai bagian dari keluarga Bahalwan untuk terus menggali sepak terjang Bahalwan dengan satu harapan agar junior Bahalwan mendapatkan referensi sejarah Bahalwan dengan benar. Karena harta warisan yang tidak ternilai harganya adalah anak (keturunan). Agar keturunan Bahalwan yang tersebar di seantero negeri dan bahkan di luar negeri menjadi satu kekuatan yang luar biasa dan dapat saling mengisi, mengasah, saling asih dan asuh, maka perlu pengetahuan yang cukup akan sejarah keluarganya (Bahalwan).

Jika Minggu yang lalu penulis mengangkat “Duo Bahalwan” yang berkiprah dalam dunia pendidikan, maka edisi minggu ini sengaja penulis mengangkat peran lain yang juga dilakukan oleh Bahalwan lainnya. Peran ini bagi kebanyakan keturunan Arab di Indonesia sangat jarang dilakukan. Karena mayoritas keturunan Arab di Indonesia bergerak dalam bidang ekonomi (berdagang) dan menganggap bahwa sektor politik itu ruwet dan membuat kepala pusing. Ternyata pernyataan tersebut (_ruwet_ dan membuat kepala pusing) tidak berlaku bagi keluarga Bahalwan. Sebab jika kita ingin menjadi pemenang, maka kita harus mau menjadi pemain dengan menempati segala lini kehidupan termasuk politik. Sekaligus ini menunjukkan kepada Bahalwan junior bahwa kehidupan yang kita jalani tidak dapat dilepaskan dari politik. Politik disini yang dimaksud adalah bagaimana cara kita mencapai tujuan hidup dengan benar, teratur dan yang penting kita tidak boleh menghalalkan segala macam cara. Pelaku peran politik yang dimaksud adalah ABDUL KADIR BAHALWAN.

Masih menurut Abdul Kadir Bahalwan, dengan kita ikut terlibat dalam kegiatan politik, maka diharapkan perpolitikan di Indonesia berjalan sesuai dengan aturan yang ada, lebih memperhatikan kepentingan bersama, dan juga mampu memberi kenyamanan dan ketenangan bagi semua orang. Mengapa demikian ? Hal ini dikarenakan apabila politik suatu negara stabil, maka akan berimplikasi positif pada jalannya pembangunan nasional yang pada akhirnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat akan dengan mudah dapat tercapai. Disamping itu diharapkan dunia politik menjadi lahan untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran sekaligus sebagai media dakwah, amar ma’ruf nahi munkar.

Dan berikut ini adalah kiprah Abdul Kadir Bahalwan dalam dunia politik. Terlebih dahulu penulis paparkan latar belakang lahirnya MIAI, dimana Abdul Kadir  Bahalwan terlibat di dalamnya. Lahirnya MIAI tahun 1937 disebabkan pada saat itu timbul beberapa tamparan terhadap umat Islam antara lain penghinaan terhadap kaum muslimin yang dilancarkan oleh Siti Sumandari dalam tulisannya di surat kabar “Bangun“. Disamping itu juga berita tentang nasib umat Islam yang ada di Palestina. Maka melihat posisi umat Islam menjadi bulan-bulanan pihak diluar Islam, beberapa tokoh Islam di Surabaya melangsungkan satu RAPAT CAMPURAN tanggal 18 -21 September 1937 dengan permufakatan dibentuklah satu badan permusyawaratan yang selanjutnya diberi nama Majlis Islam Al-Ala Indonesia yang selanjutnya disingkat MIAI.

Dari para tokoh Islam yang mengadakan rapat di Surabaya tersebut, yang terpilih pada jajaran pimpinan MIAI adalah sebagai berikut.
1. KH. Fakih Usman (Muhammadiyah)
2. S. Umar Hubbesy (Al-Irsyad)
3. Satradiwirya (Persatuan Islam)
4. SA. Bakreis (PAI)
5. S. Abdul Kadir Bahalwan (PSII)
6. W. Wondoemiseno sebagai Ketua Sekretariat PSII dan KH. Ahmad Dahlan sebagai Penasehat.

Pada intinya tujuan MIAI adalah mengumpulkan potensi umat Islam untuk bersama-sama bekerjasama baik dengan sesama umat Islam di Indonesia maupun dengan umat Islam di luar Indonesia. Disamping itu juga untuk berdaya upaya demi keselamatan agama Islam dan umatnya. Adapun yang menjadi anggota dari MIAI adalah partai-partai Islam dan organisasi Islam. Dalam perjalanannya, situasi internal umat Islam semakin tidak menentu dan mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan juga disebabkan oleh meletusnya Perang Dunia II. Maka untuk menstabilkan umat Islam dibentuklah wadah baru yang bernama Gabungan politik Indonesia (GAPI) tahun 1939. Tujuan GAPI adalah menuntut adanya parlemen Indonesia sejati, bukan VOLKSRAAD yang bersendikan kolonialisme, dan PSII menjadi salah satu anggotanya disamping partai Islam lainnya.

Dalam perjalanan selanjutrnya, PSII mengalami gejolak, mulai dengan dipecatnya SM Kartosuwiryo dan Kamrun CS akibat adanya perbedaan pendapat yang prinsip mengenai sikap hijrah partai, seperti terungkap dalam sebuah tulisan yang dibuat oleh OTEH SU’BAH dalam Majalah Tempo tanggal 12 Maret 1938 yang berjudul “Sebuah Nyanyian Lain Tanah Air“.

Dalam artikel tersebut disampaikan bahwa sudah ada pergeseran dalam memaknai sebuah perjuangan menegakkan kebenaran. Ada yang menggunakan jalur keras tanpa kompromi dan ada yang memilih jalur aman. Banyak pengaruh dan rongrongan yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak senang melihat Islam maju. Dari sini dapat dikatakan bahwa akar persoalannya adalah masih belum selesainya tahapan penyamaan persepsi tentang maknah hijrah itu sendiri. Sehingga yang terjadi, diantara organisasi Islam saling curiga dan lupa dengan tugas utamanya yaitu menjadikan Islam sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Melihat kondisi demikian dan untuk menata organisasi sebagai media dakwah dan alat perjuangan, maka PSII mengadakan Kongresnya yang ke XXV di Palembang. Salah satu keputusan mendasar yang telah diambil dalam kongres tersebut adalah memperteguh usaha Indonesia berparlemen dengan pemerintah yang bertanggungjawab kepada parlemen tersebut. Disamping itu juga diputuskan untuk melakukan puasa TATHOWU’ (puasa Sunnah) pada tanggal 18 Februari 1940 yaitu puasa Asysyuro’ tanggal 10 Muharrom sambil mengikhlaskan do’a, semoga secepatnya Allah SWT menganugerahkan satu Indonesia yang berdiri sendiri (mandiri).

Dan untuk lebih mengoptimalkan peran ormas Islam dan partai Islam, maka telah diadakan penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga MIAI, dengan satu tujuan agar peran dan fungsi MIAI sebagai wadah berkumpulnya oranisasi Islam dan partai Islam dapat lebih fokus dan terstruktur dalam dakwah guna mempercepat Indonesia merdeka. Termasuk juga diadakan perubahan pada struktur pimpinan MIAI sebagai berikut.
DEWAN MIAI :
Ketua : KH. Abdul Wahid Hasyim (NU)
Wakil Ketua : W. Wondowamiseno (PSII)
Anggota-anggota :
S. Umar Hubesy (Al-Irsyad)
KH. Mas Mansyur (Muhammadiyah)
Dr. Sukiman (PSII-PII)
Sekretariat :
Ketua : KH. Akih Usman (Muhammadiyah)
Penulis : S. Abdul Kadir Bahalwan (PSII)    

Dari susunan pengurus tersebut, nampak sekali bahwa memang Bahalwan lebih pas, apabila ditempatkan pada bagian secretariat yang bidang kerjanya memerlukan ketelitian, kehati-hatian, cermat dan mampu menyimpan dan mendokumentasikan segala surat maupun dokumen lembaga yang penting. Sebab tidak sedikit suatu organisasi yang amburadul kearsipan dan dokumennya, maka organisasi tersebut akan kehilangan legitimasi manakala diperlukan.

Dan ternyata Abdul Kadir Bahalwan dalam berorganisasi, berkawan erat dengan H. Samanhudi (pendiri SDI) dan HOS. Cokroaminoto (SI). Tentang hal ini ada cerita menarik, karena HOS Cokroaminoto bertugas mengkader pemuda-pemuda untuk digembleng di rumahnya, Jl. Peneleh Surabaya, suatu ketika HOS. Cokroaminoto pernah berpesan kepada istrinya “Bu, perhatikan Soekarno, kelak ia akan menjadi pemimpin bangsa Indonesia”.

Rata-rata orang-orang PSII Istiqomah dalam memegang dan membela prinsip. Mereka berwatak revolusioner, tidak yes man dan membeo dalam menghadapi situasi dan kondisi. Mereka-mereka itu pantang menyerah dan terus berusaha.

Sikap dan karakter itulah yang juga nampak pada Abdul Kadir  Bahalwan dalam menjalani kehidupan. Beliau tegas, tanpa kompromi, apalagi kalau itu berurusan dengan agama dan kepentingan umat. Memang penulis tidak pernah bertemu langsung dengan beliau, akan tetapi melalui telaah literatur, juga mendengarkan cerita dari aba penulis dan komentar sahabatnya, penulis dapat mengetahui dan memahami sikap dan karakter Abdul Kadir Bahalwan. Penulis bangga dan kagum pada Abdul Kadir Bahalwan. Sebab bagaimanapun juga keluarga Bahalwan ada yang terlibat langsung dalam perpolitikan di Indonesia.

Dan hal ini sekaligus menunjukkan kepada dunia luar, bahwa warga Indonesia keturunan Arab ternyata tidak alergi dengan politik. Justru dengan ketertibatan beberapa warga Indonesia keturunan Arab, diantaranya adalah Umar Hubbesy, S. Abdul Kadir  Bahalwan dan lainnya menunjukkan bahwa mereka (keturunan Arab) memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Menurut beberapa sumber, ternyata AR. Baswedan (Ketua Persatuan Arab Indonesia) yang juga jiddi dari Anis Baswedan (mantan Mendikbud era Jokowi-JK) juga bersahabat akrab dengan S. Abdul Kadir Bahalwan. Mereka bahu membahu untuk berkontribusi, bagaimana Indonesia segera mendapat kemerdekaan. Penulis berharap agar kami yang junior sedapat mungkin bisa meneladani semangat dan etos kerjanya untuk menyongsong kehidupan mendatang yang tentunya tantangannya tidak ringan. Dan semoga apa yang telah didarmabaktikan Abdul Kadir  Bahalwan dalam ikut serta mempersiapkan Indonesia merdeka menjadi bagian dari amal jariah dan hanya mengharap Ridho Allah SWT semata.
 
Ustadz Abdul Kadir Bahalwan (berkacamata) beserta rekan-rekan kerja beliau di Surabaya tahun 1937.
 

1 komentar:

  1. Assalamualaikum kak Perkenalkan saya Achmad Zaini Arsyad kak, dari bangil saya ingin bertanya terkait informasi berikut kak di karenakan kita ada ikatan kerabat di dahulu kala kak, mama saya adalah anak Angkat dari Abdul Kadir bahlawana namanya ( Cik tin) atau Rizki yah Kak.

    BalasHapus