Rabu, 21 Desember 2016

SEJARAH BAHALWAN - NILAI JUANG DUA GURUKU DAN SAUDARA KEMBARKU

Oleh : Washil Bahalwan

Sejak dahulu keluarga Bahalwan dikenal sebagai keluarga MODERAT. Artinya Bahalwan senior sudah mempunyai pandangan jauh ke depan tentang kehidupan. Hal ini nampak dalam pemenuhan kebutuhan akan pendidikan bagi anak-anaknya. Antara anak laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama. Namun untuk anak perempuan ada syarat tambahan yang harus diperhatikan. Dengan kata lain masalah pendidikan menjadi hal utama dan pertama dalam keluarga Bahalwan.

Kalau pada edisi sebelumnya, penulis mengangkat Bahalwan laki-laki,maka pada edisi kali ini penulis akan mengangkat Kartini Bahalwan dalam kehidupan masyarakat. Dan ini sekaligus sebagai bukti bahwa Bahalwan perempuanpun mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan minat dan bakatnya.

On the long previous years, Bahalwan family is known as a MODERATE family. This means that Bahalwan elders already have the detail foresight about life. This can be proved through their way of thinking towards the needs of education for children. Both boys and girls have equal opportunities. However, girls have more additional requirements that must be considered. In other words, the problem of education becomes the first and crucial thing in the family Bahalwan. If in the previous edition, the author tell Bahalwan men, while in this edition the author will provide the story of Kartini Bahalwan. And this as well as evidence that Bahalwan woman also have the same opportunity to develop their interests and talents.

Subhanallah, Alhamdulillah, abah penulis sangat memperhatikan kelahiran, tumbuh dan berkembangnya anak-anak termasuk bagi orang tua lain dianggap hal biasa, tetapi buat abah penulis hal itu sangat penting. Berikut salah satu bentuk perhatian abah pada anak-anaknya. AKTE KELAHIRAN OTENTIK versi Zein bin Abdurrahman Bahalwan atas kelahiran putri kembarnya yang bernama NADRAH dan ZURAIDAH dalam bentuk arab pego.

Artinya : Dua putri kakak beradik Nadrah, Zuraidah banat Zein Bahalwan. Terlahir kembar pada hari Selasa, 9 Dzulqo’dah 1353 H bertepatan 12 Februari 1935 M.

 NADRAH dan ZURAIDAH, adalah dua saudara kembar Bahalwan yang  berkiprah dalam dunia pendidikan. Pada masa itu ( awal-awal kemerdekaan ) sedikit sekali anak-anak bersekolah apalagi perempuan. Alhamdulillah dua saudara kembar ini dapat bersekolah hingga  sampai sarjana. Nadrah Bahalwan, adalah kakak penulis yang sekarang tinggal di Nyamplungan VIII / 10 Surabaya. Setelah menyelesaikan pendidikannya dengan mengambil jurusan Bahasa Inggris, tenaga dan pikirannya dihabiskan untuk lembaga pendidikan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya. ( sekarang YPAS ).
 
Ketika mengajar di SMP Al-Irsyad Surabaya,beliau lewati cukup lama. Sosok bu Nadrah adalah guru yang disiplin,tegas,tetapi telaten dan sabar serta mengayomi murid-muridnya. Beliau kadangkala tidak mau menerima alasan yang diberikan oleh muridnya. Dan itu adalah salah satu cara beliau untuk menanamkan rasa tanggungjawab dan disiplin pada muridnya. Teguh memegang prinsip dan selalu mengikuti informasi apapun termasuk informasi pendidikan,politik kenegaraan dan lainnya.

Bu Nadrah, enggan berkonfrontasi dengan pihak lain apalagi muridnya. Manakala ada muridnya yang melakukan tindakan yang tidak baik ( dalam bentuk ucapan atau tindakan ), maka bu Nadrah akan mencari waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan murid tersebut untuk mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. Sebab menurutnya, apabila murid tersebut masih emosi, maka percuma.
Apa yang kita omongkan tidak akan didengar dan diperhatikan. Dan setelah dialog,murid tersebut menyadari kesalahannya yang akhirnya mintak maaf.

Teman seangkatan bu Nadrah waktu di SMP Al-Irsyad Surabaya, diantaranya adalah Ibu Asma’ Balbeid, Ibu Rofiah, Ustd. Muhammad Muhoddam, dan Pak. Aunal karim,sedang teman seangkatan di SMA Al-Irsyad Surabaya, diantaranya adalah bu Umi salamah, bu Widayati, dan Pak Abdurrahman saleh.  Dan karena kebutuhan sistem, maka selanjutnya bu Nadrah dipindahtugaskan ke SMA Al-Irsyad Surabaya. Memang awal mulanya agak kurang enjoi, namun karena pola pikirnya positif dan itu semua demi kepentingan yang lebih besar, maka diterimalah tugas tersebut. Secepatnya bu Nadrah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Di SMA Al-Irsyad Surabaya,beliau juga mengajar Bahasa Inggris. Menurut bu Nadrah mengajar anak gede ( SMA ), kita harus lebih banyak mengajak dialog dan tidak boleh menganggap guru serba tau. Anak SMA berpikir lebih kritis,jadi kita, ( guru ) harus memperhatikan dan memanusiakan mereka. Apalagi bahasa Inggris kan termasuk pelajaran yang dianggap sulit.

Karena jam terbangnya sudah tinggi, maka tidak jarang bu Nadrah menjadi jujugan guru muda untuk sharing ( curhat ) tentang bagaimana cara mengajar dan berkomunikasi yang efektif. Beliau tidak pelit dalam berbagi pengalaman.  Agar anda sukses dalam mengajar, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. “ Salah satunya adalah disiplin, tegas tapi tidak kaku. Kenali dan dalami karakter tiap-tiap murid. Buat mereka ( murid ) enjoi dan tidak beban ketika mengikuti pelajaran, jangan merasa benar dan segeralah mintak maaf,manakala anda keliru ( hal yang lumrah sebagai manusia ). Insya-Allah anda akan lancar dan sukses dalam mengajar “. Demikian nasihat yang diberikan bu Nadrah pada guru muda. Bu Nadrah menyelesaikan tugas pengabdiannya sampai tuntas di Al-Irsyad. Karena ada peraturan guru di Al-Irsyad akan pensiun,ketika sudah berumur 60 Th. Dan bu Nadrah mampu melewati itu dengan sempurna.

Disamping aktif sebagai guru, bu Nadrah juga aktif dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan. Diantaranya adalah :
•    Bersama Prof. DR. dr. Abdu Hafid Bajamal. Sp.BS dan lainnya mendirikan lembaga bimbingan belajar,guna mempersiapkan anak-anak masuk ke Perguruan Tinggi Negeri ( PTN ). Salah satu murid bimbingannya adalah Dra. Afifah Tahlib.  
•    Bersama-sama dengan pengurus Lajnah wanita-Putri Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya mendirikan Taman Pendidikan Al-qur’an. TPA Al-Irsyad, Alhamdulillah mendapat respon positif dari masyarakat. Hal ini terbukti santrinya mungkin paling banyak di wilayah Surabaya utara saat itu.
•    Menjadi ketua Mursyid Wanita-Putri Al-Irsyad Al-Islamiyyah Jawa Timur. Dan bertindak sebagai wakil ketua mursyid adalah Ibu Anisah Baktir. 
•    Dan masih ada aktifitas sosial lainnya yang diikuti oleh bu Nadrah.
Bu Nadrah juga orangnya demokratis,tidak suka memaksakan kehendak serta peduli pada sesama. Ketika keponakannya yang bernama Abdul Aziez Bahalwan ingin mengenalkan calon istrinya yang bernama Emma Wijayanti Rejekiningrum untuk mendapatkan tanggapan. Bagaimana reaksi bu Nadrah. “ kalau kamu senang dan serius, Dada ( panggilan bu Nadrah di lingkungan keluarga ) akan mendukungmu. Dada hanya berpesan, kamu harus baik pada wanita yang akan menjadi istrimu kelak”. Demikian kata bu Nadrah. ( Seperti dalam biografi Abdul Aziez Bahalwan yang berjudul “ Doa,Cinta dan Harapan “ )

Walaupun senior, bu Nadrah termasuk guru yang rajin masuk. Beliau tidak masuk,biasanya karena ada keperluan yang sangat penting  atau sakit. Kepedulian bu Nadrah,juga berlaku untuk murid-muridnya. Pernah suatu ketika ada diantara muridnya yang tertimpah musibah, maka tanpa banyak bicara bu Nadrah tergerak untuk meringankan beban muridnya tersebut. 

Dalam kurun waktu berikutnya, akhirnya bu Nadrah menikah dengan pak Aunal Karim ( pak Karim ), yang juga guru di Al-Irsyad Surabaya. Dan ini pasti bukan kebetulan, akan tetapi sudah atas izin dan kehendak Allah SWT. Ternyata istri penulis yang bernama Fauziah Binti Said Amir Al-Katiri, adalah murid bu Nadrah di SMP Al-Irsyad dan pak Karim adalah guru penulis,juga di SMP Al-Irsyad dan pada akhirnya kami menikah dan menjadi suami istri. Subhanallah. Sehingga ada ungkapan, “ BIYEN GURUKU, SAIKI DOLORKU ( DULU GURUKU SEKARANG SAUDARAKU )”.


Di tempat inilah (SMP Al Irsyad Putra) Jl. Danakarya 46 Surabaya, penulis menuntut ilmu yang mana Pak Karim sebagai guru penulis tahun 1980-an.


Di tempat inilah (SMP Al Irsyad Putri) Jl. Ampel Maghfur 22 Surabaya, istri penulis (Fauziah binti Said Amir Alkatiri) menuntut ilmu yang mana Bu Nadrah Bahalwan sebagai guru istri penulis tahun 1980-an.



 Sedang pak Karim, di SMP Al-Irsyad mengajar Bahasa Indonesia dan Seni Musik. Dalam setiap mengajar Bahasa Indonesia,beliau selalu menyisipkan cerita yang diambil dari karya sastra. Diantaranya adalah Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Di bawah Lindungan Ka’bah, Aku dll. Dengan bahasa yang mudah dipahami dan pak Karim berusaha menyesuaikan baik mimik maupun intonasi suara seperti yang ada dalam cerita tersebut. Membuat murid-murid terdiam,hening memperhatikan pak Karim bercerita. Termasuk ketika pak Karim cerita tentang Siti Nurbaya. Kebiasaan Siti Nurbaya selesai pulang sekolah adalah membantu ibunya jualan kue lemang ( sejenis kue terbuat dari pisang ). Ditirukan oleh pak Karim. “ KUE LEMANG, KUE LEMANG. AYOO SIAPA YANG MAU BELI “.

Tanpa disadari mulai saat itu ( SMP ), penulis mulai tertarik dengan membaca utamanya sastra dan menuangkan ide dasar ( pokok pikiran ) dari apa yang dibaca dalam bentuk tulisan. Dan Alhamdulillah, sekarang ini, walaupun belum sempurna, penulis dapat menulis tentang sejarah Bahalwan. Dan atas saran Pak. Karim,kumpulan penulis disimpan di geogle, dengan judul ANAK CUCU BAHALWAN MENERJANG ZAMAN. Syukron pak Karim. Arahan dan bimbingannya tidak akan pernah penulis lupakan.

Sama dengan bu Nadrah, pak Karim juga sering dijadikan teman curhat bagi para guru muda untuk bagaimana cara agar mengajar lebih efektif dan transformasi nilai-nilai mata pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh anak didik. Salah satu kata kunci yang disampaikan pak Karim adalah, “ kuasai materi dengan baik. Anda harus mampu menjadi teman curhat sekaligus panutan bagi anak didik serta yang tidak kalah pentingnya adalah kenali kultur, latar belakang dan karakter anak didik anda “.

Pak Karim juga pernah  menjadi ketua PGRI ( Persatuan Guru Republik Indonesia ). rayon Al-Irsyad Surabaya. Sebuah organisasi profesi bagi para guru. Disamping menjadi guru, pak Karim juga menjadi juru dakwah( khotib ). Sebuah profesi yang tidak jauh beda dengan guru. Sama-sama memberi pencerahan kepada banyak orang untuk selalu berbuat baik .

Sama dengan bu Nadrah. Bu Zuraidah, juga mengabdikan dirinya di dunia pendidikan. Selesai kuliah di Perguruan Tinggi di Surabaya, beliau pernah menjadi dosen di Universitas WR. Supratman ( UNIPRA ) Surabaya. Dan bahkan pernah menjadi rektor UNIPRA. Ada cerita menarik bagi penulis, ternyata teman sekantorku yang bernama Dwi Karhayati adalah murid bu Zuraidah ketika saat menjadi mahasiswi di Universitas WR Supratman Surabaya Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Dia tau kalau penulis bermarga Bahalwan, maka dia langsung mengatakan dahulu aku muridnya bu Zuraidah, Subhanallah.

Dalam lingkungan keluarga,bu Zuraidah memiliki kebiasaan dan hobi yang hampir sama dengan bu Nadrah. Maklum kan saudara kembar. Misalnya dalam membelikan baju,selalu dipilihkan warna dan motif yang sama. Termasuk bila salah satu sakit, maka saudara kembar lainnya menyusul sakit juga. Selalu ada pertautan batin.  

Disamping itu bu Zuraidah juga memiliki sifat keibuan, seperti yang ditujukan pada keponakannya. Pernah suatu ketika, keponakannya yang bernama Abdul Aziez Bahalwan termenung seorang diri di teras rumah dan lama-kelamaan dia menangis. Lalu datanglah bu Zuraidah menghampirinya. Ditanyalah,Ziez, kenapa kamu menangis ? Aziez menjawab, aku tidak menangis.

Lalu Aziez berkata, hari ini aku dilahirkan ke dunia. Ibuku menyiapkan baju bayi menyambutku. Namun sayang beliau ( ibuku ) tidak sempat melihat aku tumbuh besar seperti sekarang ini. Kemudian dengan penuh keibuan dipeluklah erat-erat Aziez dan keduanya berdoa untuk ibunya Aziez. Aziez tidak dapat lagi membendung air matanya menetes. ( Seperti dalam biografi Abdul Aziez Bahalwan yang berjudul “ Doa,Cinta dan Harapan “ )

Beliau berdua memilih pendidikan sebagai bentuk pengabdiannya,dikarenakan pendidikan merupakan bagian strategis dalam merubah peradaban dan karakter seseorang. Karena melalui pendidikan akan terbuka cakrawala berpikir dan sekaligus membuka wawasan. Sehingga diharapkan peradaban dan karakter yang dibangun menjadi lebih baik. Disamping itu dengan pendidikan,kita dapat membantu seseorang menyadari potensinya untuk selanjutnya dikembangkan lebih dalam lagi,sehingga bermanfaat baik untuk dirinya terlebih bagi masyarakat dimana dia berada. Satu kebanggaan tersendiri bagi pendidik adalah ketika melihat anak didiknya sukses dalam mengarungi kehidupan. Suatu kebahagiaan yang luar biasa
.
Selain Nadrah dan Zuraidah, saudara perempuanku lainnya adalah Himnah. Himnah pernah mengenyam pendidikan di Universitas Airlangga fakultas Hukum. Untuk Himnah ini ada cerita menarik. Ketika penulis sekolah SMA di Surabaya . Salah seorang guru penulis yang mengajar Kimia bernama bu Aluh Yulia. Melihat namanya, jelas beliau bukan orang Jawa,kayak orang Menado. Orangnya berperawakan sedang,, berambut lurus,wajahnya putih. Sebelum mulai mengajar, guru pasti mengabsen muridnya. Ketika tiba pada nama penulis, dalam hatinya muncul pertanyaan :

Bu Aluh : Namamu siapa ?
Penulis : Nama saya Washil Bahalwan
Bu Aluh : Kamu apanya Himnah Bahalwan ?
Penulis : Saya adiknya Himnah Bahalwan.
Bu Aluh : sekarang dia tinggal dimana ?
Penulis : Jl. Hamzah Fansuri no. 17 Surabaya. Memangnya kenapa bu?
Bu Aluh : Himnah adalah teman ibu waktu sekolah. Salam ya...
Penulis : Ya bu.

Pertanyaan tersebut dilakukan lebih dari satu kali, Dan karena bu Aluh tau bahwa penulis adalah saudaranya Himnah, maka perlakuan yang diberikan kepada penulis lebih baik lagi. Kebiasaan bu Aluh dalam mengajar adalah, mengunyah permen isis. Berangkat dan pulang mengajar selalu naik bemo sebagai kendaraan kesayangannya. Namun, sayang sejak lulus sekolah sampai sekarang, penulis tidak pernah bertemu lagi dengan bu Aluh. Penulis berharap, jika masih hidup semoga diberi kesehatan dan umur panjang. Terimakasih bu Aluh. Engkau telah menjadi bagian dari suksesnya penulis sekarang.

Dari nilai juang dua guruku dan dua saudara kembarku, banyak pelajaran yang dapat dipetik. Diantaranya adalah, kita harus memanfaatkan waktu dan kesempatan dengan sebaik-baiknya.Karena waktu dan kesempatan tidak akan berulang kembali. Disamping itu barang siapa yang sungguh-sungguh, maka pasti akan berhasil. Seperti pepatah Arab : "Man Jadda Wa Jada" yang artinya : Barang Siapa yang bersungguh - sungguh maka ia akan dapat. Dan ingat keberhasilan yang diraih seseorang bukan hasil usaha sendiri, melainkan atas doa restu orang tua, orang-orang sekitar dan campur tangan Allah SWT. Hal itu sangat diyakini oleh penulis. Terimakasih semuanya, Engkau telah mengajari penulis akan arti persaudaraan dan saling menghargai satu sama lain. Sehingga membuka mata hati penulis  untuk berusaha sekuat tenaga menjadi manusia yang bermanfaat dan berguna bagi agama, keluarga, dan negara. Aamiin.


Salah satu sumber tulisan dari buku : Do'a, Cinta, dan Harapan. Melodi perjalanan Abdul Aziez Bahalwan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar