Rabu, 21 Desember 2016

SEJARAH BAHALWAN - BANDA NEIRA


Oleh : Washil Bahalwan




Abdullah Bahalwan (Abah Dulah)

Lahir di Banda Neira 12 April 1876, meninggal di Surabaya 20 Desember 1956 dalam usia 80 tahun. Lokasi Foto : Rumah Ratu Atas Kampung Cina-Banda Neira, 30 April 1945. Beliau adalah Tokoh Agama di Banda Neira senang dengan ilmu pengetahuan & pejuang yang mengusir Belanda. Sahabat karib beliau adalah Bung Hatta, Mr. Iwa Kusumo Sumantri, Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. Suroyo, dan lain-lain.  Nama beliau tertulis di dalam buku biografi Iwa Kusumo Sumantri dan biografi Bung Hatta. Di dalam buku tersebut, sebutan nama beliau adalah Tuan Bahalwan dan dijuluki sebagai Orang Pandai. Oleh sebab itu, di saat Abdullah Bahalwan berada di Surabaya, Mr. Iwa Kusumo Sumantri pada saat itu sebagai Menteri Pertahanan RI datang menjenguk beliau di Jl. Nyamplungan VIII no. 69 Surabaya tahun 1953. Rumah yang dulu dikunjungi oleh Mr. Iwa Kusumo Sumantri adalah juga rumah dimana penulis dilahirkan dan dibesarkan. Sangat membanggakan bagi penulis karena Abdullah Bahalwan yang juga paman penulis termasuk seorang yang telah berkontribusi pada bangsa dan negara. Berikut kita simak bersama perjuangan beliau untuk Agama, bangsa, dan negara.

Abdullah Bahalwan (Abah Dulah). He was born on Banda Neira, April 12th, 1876 and passed away on Surabaya, December 20th, 1956 (80 years old). Photo : Queen Home China Town-Banda Neira, April 30th, 1945. He was a religious in Banda Neira. He was interested in science and fighters who expelled the Dutch. His best friends were Bung Hatta, Mr. Iwa Kusumo Sumantri, Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. Suroyo, and others. His name was written on the biography of Mr. Iwa Kusumo Sumantri and Bung Hatta. On the book, He called as Mr. Bahalwan and considered as an intellect. Therefore, in 1953, when Abdullah Bahalwan stayed in Surabaya for some times, Mr. Iwa Kusumo Sumantri (which was a Ministry of Defense at that time) came to see him at Nyamplungan VIII no. 69 Surabaya. The house whose visited by Mr. Iwa was also the house where the author was born and raised. It is an honor to the writer since Abdullah Bahalwan, the uncle’s author, was the one who has contributed to the nation. Here are his struggle journey for the religion and the nation.

Sudah lazim dikalangan jama’ah,bahwa sama-sama famnya ( marganya ) tetapi jalurnya berbeda. Tetapi itu tidak berpengaruh terhadap kekerabatan yang harus dibangun,karena pada intinya kita adalah bersodara.  Termasuk juga Bahalwan,berasal dari berbagai garis,namun apabila ditarik benang merahnya pasti akan ketemu dalam titik yang sama. Oleh karena itu dari awal penulis hanya ingin agar jalinan kekerabatan dan komunikasi antar Bahalwan terjalin dengan baik serta memperkuat makna silaturrahim.

Berkaitan dengan itu,maka pada edisi kali ini,penulis sengaja mengangkat asal usul Bahalwan Indonesia,dengan satu tujuan agar Bahalwan junior mengetahui dari mana pendahulunya ( Bahalwan senior ) berasal dan yang penting pada prinsipnya garis boleh beda tetapi kita adalah dari titik yang sama dan bersodara.

Laut Banda dan Gunung Api

Setelah membaca berbagai literatur dan ditambah dengan informasi dari senior,maka dikatakan bahwa Bahalwan Indonesia titik awalnya berasal dari BANDA NEIRA yang selanjutnya berekspansi ke berbagai wilayah Indonesia termasuk Surabaya. Indonesia adalah negara kepulauan yang gugusan pulaunya tersebar dari Sabang sampai Merauke,dibatasi oleh dua samudera dan dua benua yang menyebabkan Indonesia sangat strategis bagi jalur perdagangan dan perekonomian dunia. Maka tidaklah heran banyak pedagang yang datang dan pergi. Gugusan pulau-pulau di laut Banda terdiri atas Banda Besar, Laut Aka, Gunung Api, Pulau Ai, Pulau Run, Pulau Hatta, Pulau Pisang, Pulau Manukan dan Pulau Karaka. Neira merupakan salah satu kota di pulau Banda yang letaknya dekat gunung Api,memiliki pelabuhan alam terlindung,dengan lautnya yang airnya jernih dan sangat dalam,sehingga dapat dilewati kapal-kapal besar.Disamping itu Neira memiliki kebun laut yang indah dan koral yang warnanya bermacam-macam,bentuknya seperti taman bunga dengan ikan yang beraneka ragam. Maka tidaklah heran jika Banda dengan kotanya menjadi salah satu pusat destinasi pariwisata Indonesia.                        

 Keindahan taman laut yang terdapat di Pulau Banda.

Menurut ahli koral berkebangsaan Perancis, koral yang hancur karena letusan gunung berapi akan tumbuh kembali dalam waktu 25 tahun. Tetapi, Subhanallah atas izin Allah SWT, tidak perlu waktu 25 tahun koral untuk tumbuh kembali, akan tetapi hanya butuh waktu 5 tahun,demikian seperti yang disiarkan oleh radio BBC London tahun 1994.

Tentang Koral, penulis mencari tahu pada bang Fadhil Bahalwan mengapa Koral dapat tumbuh dalam waktu 5 tahun saja. Ternyata menurut keterangan bang Fadhil Bahalwan berdasarkan penelitian ilmuwan Perancis, Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat, di laut Banda mengandung oksigen (O2) yang sangat tinggi di dunia. Sehingga membuat koral cepat kembali ke posisi semula. Dan itu berakibat ikan laut di sekitar laut Banda rasanya sangat enak dibanding dengan ikan laut di daerah Seram, dan lain lain. Koral merupakan tempat bertelurnya ikan sekaligus tempat berlindung dari serangan ikan besar. Sampai sampai Jepang membuat pembibitan koral di laut Banda yang selanjutnya dijual ke negara lain (bernilai ekonomis).

Mayoritas penduduk Banda seperti kebanyakan daerah pantai adalah Islam ( sekitar 90 % ). Islam masuk ke Banda dibawah oleh pedagang dari malaka tahun 1440 M. Pala dan ikan merupakan andalan hasil bumi Banda. Bahkan untuk pala Banda ( pala bundar ) memiliki kualitas terbaik di dunia, yang menyebabkan jadi rebutan orang-orang Eropa, Inggris, Portugis, Belanda dll. Pada abad ke 17, VOC dibawah pimpinan Yan Pieter Zoon Coen mengadakan kontrak kerjasama pembelian pala dengan rakyat Banda. Namun karena harga yang ditawarkan oleh VOC terlalu rendah bila dibandingkan dengan tawaran yang diberikan oleh Inggris yang menguasai pulau Run,maka sebagian besar rakyat Banda menjual palanya ke Inggris bukan ke VOC. Melihat hal itu JP.Coen gusar dan marah besar. Akhirnya tentara VOC memerangi rakyat Banda dan banyak yang meninggal. Sebagian lagi orang Banda dibuang ke Jakarta ( Batavia ) Ceylon dan Afrika Selatan yang waktu itu dijajah oleh Belanda. Dan sebagian lagi rakyat Banda melarikan diri ke pulau Key. Perkebunan rakyat Banda dirampas oleh JP.Coen dan selanjutnya diserahkan kepada Amtenar Belanda yang kemudian menjadi perkebunan Belanda,dengan mendatangkan tenaga kerja kontrak ( kuli kontrak ) dari Jawa. Agar tidak terjadi bentrok antara Belanda dan Inggris,maka diadakan pertukaran pulau Run yang dikuasai oleh Inggris dengan Long Island milik Belanda di New York. Waktu itu harga pala sangat tinggi di Banda,sehingga ada pepata banda “ GOYANG POHON, RINGGIT GUGUR “. Dan menyebabkan banyak orang yang datang ke Banda,misalnya orang Belanda, Arab, Cina dll,sehingga penduduk asli Banda menjadi minoritas untuk berebut hasil rempa ( pala ).



Beberapa peninggalan penjajah Belanda masih terlihat dengan jelas. Diantaranya adalah BENTENG BELGIKA berbentuk segi lima atau Pancasisi sama dengan bentuk gedung Departemen Pertahanan Amerika serikat ( Pentagon ). Arti panca adalah lima, yaitu dua bangunan dengan bentuk yang sama terletak di atas bukit Benteng Nassau.( dibuat tahun 1618 jamannya JP. Coen berkuasa ) Termasuk juga Rumah Dinas Gubernur Yan Pieter Zoon Coen ( JP.Coen ) yang modelnya mirip dengan Istana Merdeka Jakarta. Kebudayaan di kota Neira sudah sangat maju. Jalan yang teratur dengan rumah-rumah besar seperti bangunan Eropa, ada sekolah,rumah sakit,perkantoran.


Karena kualitas pala Banda yang sangat bagus,maka oleh Belanda juga ditanam di Sangir Talaud, Kepulauan Bias dan kepulauan Antilen  Belanda di laut Karibia.Pada waktu itu Banda bukan hanya penghasil pala terbaik tetapi juga merupakan pusat perdagangan di Maluku. Namun karena itu ( ditanam di beberapa tempat ) menyebabkan harga pala cenderung turun,hal ini menyebabkan banyak orang yang mulai meninggalkan Banda. Dan karena itu Banda sedang dilanda peperangan karena kondisi yang tidak stabil, maka banyak tanaman pala yang di tebang dan diganti dengan tanaman padi. Seperti yang disampaikan oleh Bang Fadhil Bin Abdurrahman bahalwan,ia masih ingat betul nama-nama beras pada saat itu yaitu beras saigon, banggun, siam, Makassar. Harga beras saat itu adalah 8 sen perliter. Karena kondisi Banda yang tidak kondusif terjadi depresi tahun 1929 sampai dengan perang Pasifik yang melanda dunia,maka ekonomi Banda bertambah merosot,sehingga banyak keluarga Arab yang meninggalkan Banda dan pergi ke pulau Seram, Kepulauan Aru ( irian Jaya ), Sulawesi utara,Jawa bahkan sampai Sumatera termasuk BAHALWAN dan SABBAN.

Beberapa keturunan Arab yang pernah tinggal dan menetap di Banda adalah :
1.    Bahalwan                          15. Al-Katiri
2.    Sabban                             16. Bin Abdul Aziz
3.    Assegaf                             17. Azan
4.    Ba’adillah                          18. Ba’amir
5.    Alatas                                19. Bin Thahir
6.    Boften                               20. Tubel
7.    Al-Hamid                          21. Attamimi
8.    Bin Syech Abu Bakar        22. Zagalady
9.    Bin Heider                         23. Sa’nun
10.    Basalamah                       24. Baradoan
11.    Billahmar                         25. Baraja
12.    Ambar                            26. Hamdun
13.    Bahresa                          27. Bahmid
14.    Mohdar                          28. Abdul Salam.
Keluarga Bahalwan di Banda sangat dihormati oleh warga. Hal itu disebabkan banyak hal,salah satunya karena peran keluarga Bahalwan bagi Banda sangat luar biasa bagi kehidupn rakyat Banda . Di desa Selamun dan desa Rajawali ( dulu namanya kampung Verhouven ) Banda Neira. Ada cerita dari Zein Bin Abdurrahman Bahalwan ,begini ceritanya :
“Tiap-tiap upacara adat “ BUKA KAMPUNG “ di Selamun selalu anak-anak Bahalwan diundang. Suatu peristiwa yang sangat berkesan di hati beliu,ketika Zein Bin Abdurrahman Bahalwan dan kakaknya yang bernama Muhammad Bin Abdurrahman Bahalwan bersama seorang keturunan Arab dari Geser ( Seram Timur ) menghadiri upacara adat tersebut. Dengan genderang yang bertalu-talu menunjukkan jam 12.00 malam, keluarlah 2 orang sesepuh berpakaian adat mempersilahkan Bahalwan memasuki Rumah Adat mengikuti upacar adat yaitu “ TERBUKA PUANG “ Teman dari Geser hendak ikut masuk,namun dicegah dengan katanya : Maaf Tuan,upacara ini hanya untuk tuan tanah ( anak cucu keturunan Selamun ). Begitu tinggi penghargaan dari sesepuh Selamun".

Ketika penulis bertanya kepada Bang Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan,tentang upacara adat tersebut, Bang Fadhil menerangkan singkat bahwa, Upacara tersebut semacam upacara syukuran /tasyakkuran. Masih menurut Bang Fadhil,menjelang pukul 12.00 malam,peserta upacara hening,tenang dan tidak boleh berbicara. Pas jam 12.00 malam dengan iringan gendang bertalu-talu mulailah kembang mayang mekar. Dan dua orang panitia yang memakai kain tape ( sarung dilipat dan diletakkan di luar celana,seperti pakaian Malaysia ) mempersilahkan Bahalwan untuk masuk kerumah adat.

Tarian Cakalele, salah satu Tarian Adat Pulau Banda Neira

Belang - salah satu tradisi yang terdapat di Pulau Banda                       
 
 
Bambu Gila merupakan salah satu tradisi Pulau Banda                       
Dari cerita upacara adat tersebut,nampak sekali kalau orang disana sangat menghormati dan menghargai Bahalwan. Pada masa perjuangan memperebutkan kemerdekaan, kota Banda juga menjadi tempat pembuangan pejuang kemerdekaan Indonesia  yang menentang penjajah Belanda . Diantara yang pernah dibuang ke Banda adalah : KH.Aqib dari Banten, Iwa Kusuma Sumantri, dr. Cipto Mangunkusumo dari Jawa, Hatta dan Syahrir dari padang. Bahkan KH.Aqib sampai meninggal dan dimakamkan di Banda. Sedangkan Hatta dan Syahrir dikembalikan ke Jawa satu hari sebelum pengeboman Jepang di Banda.
Dan menghadapi perang dunia ke II tahun 1942, terjadi gejolak di Banda. Rakyat Banda ingin agar Belanda menyerah. Namun pemerintah Belanda di Banda menolak,maka terjadilah pemberontakan antara rakyat Banda dan Belanda. Waktu itu pimpinan Belanda di Banda dibawah ke Ambon untuk diselamatkan dengan menggunakan perahu “ SITI SAFIAH “. Beberapa korban dari rakyat Banda,diantaranya adalah Lasioda dari gunung Api, Nama selasa Donder yang membungkam pelor Manibulu,Mubrang merubuhkan patung Wilhelm III. Seperti juga bang Fadhil cerita kepada penulis, bahwa saat itu Abdullah bahalwan menghadap konteler Belanda dan menasehati konteler Belanda tersebut dan mengatakan “ JANGAN MENGAMBIL JALAN KEKERASAN,BISA BERBAHAYA “. Nasehat Abdullah Bahalwan ampuh,konteler Belanda memerintahkan kepada polisi untuk menghentikan kekerasan. Lalu bermusyawarah dengan baik,akhirnya konteler menyerahkan diri dan berangkat ke Ambon. Dapat dikatakan bahwa Abdullah Bahalwan adalah pejuang yang telah mengusir Belanda keluar dari pulau Banda.

Namun akibat serangan tentara Sekutu kepada Banda Neira karena juga dijadikan pangkalan Jepang menimbulkan korban bagi keluarga Bahalwan.Ketika tentara Sekutu mengadakan serangan ke Banda Neira dengan menjadikan instalasi militer Jepang dan stasiun radio komunikasi sebagai sasaran pengeboman. Disaat pengeboman  terjadi, salah satu bom jatuh ke toko Ahmad Bin Abdullah Bahalwan. Toko beliau hancur dan isteri serta dua anaknya meninggal dunia seketika karena tertimpa reruntuhan tembok toko.  Kedua anak tersebut adalah Salmah Binti Ahmad Bahalwan dan Lutfi Bin Ahmad Bahalwan. Di ruangan yang sama tetapi tempat terpisah,Fahmi Bin Ahmad Bahalwan serta Adiknya Husni Bin Ahmad Bahalwan juga tertimpah tembok dan pingsan. Sementara itu Saleh ( Le ) Bahalwan sedang mendapat tugas mencari adiknya Faisal Bahalwan dan Alhamdulillah selamat. Isterinya yang bernama Aminah Binti umar Bin Abdurrahman Bahalwan  dan dua anak Ahmad Bahalwan yang meninggal langsung diangkut dengan menggunakan perahu kecil melalui selat dan dikebumikan  di Pulau Gunung Api yang berhadapan dengan Pulau Neira. Ahmad Bahalwan sendiri akhirnya meninggal pada tanggal 11 April 1970 M ( 5 Syafar 1390 H ) dan dimakamkan di pekuburan Islam di Banda Neira.                       
Keluarga Abdullah Bahalwan. Ahmad Bin Abdullah Bahalwan (kiri–lingkaran merah, memangku Saleh Bahalwan (Le), istri beliau dan kedua anaknya meninggal dunia akibat tertimpa tembok, dampak dari serangan bom sekutu ). Ibrahim Bin Abdullah Bahalwan (kanan–Abahnya Rusda Bahalwan, memangku Fadhil Bahalwan) di Banda Neira tahun 1929.                       

Masih dalam kaitan dengan Banda dan peran Bahalwan dalam mengusir dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ). Seperti yang pernah diceritakan oleh Bang Fadhil bin Abdurrahman Bahalwan kepada penulis,ketika berkunjung ke rumahnya sebagai berikut : “ Saya ( Fadhil ) masih ingat, ketika saya ditangkap oleh polisi Belanda dan dipukuli dengan senjata. Dengan tuduhan membuat kerusuhan di Banda dan harus mengakuinya, namun saya tetap bertahan tidak mau mengakui,karena memang bukan saya yang membuat kerusuhan. Alhamdulillah, pertolongan Allah SWT datang saya terselamatkan, karena kekuasaan RMS ( Republik Maluku Selatan ) hanya berumur 3 bulan dan akhir tahun 1950 kekuasaan di Banda kembali di pegang oleh Indonesia”. Menurut Bang Fadhil, saat dipukuli oleh polisi Belanda,yang ada dalam pikirannya adalah tetap bertahan dan berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia,walaupun pukulan polisi Belanda dengan senjatanya sakit sekali. Mendengar cerita Bang Fadhil, penulis terharu dan merasakan bagaimana sakitnya Bang Fadhil pada saat dipukuli oleh polisi Belanda saat itu. Perjuangan serta pengorbanan yang perlu mendapat apresiasi tinggi dari Bahalwan junior dan rakyat Banda.

Ternyata Banda Neira tidak dapat dilepaskan begitu saja dari sepak terjang Bahalwan. Bagaimana ketegangan Abdullah Bahalwan dalam menghadapi Belanda sehingga membuat keluarganya meninggal dunia yaitu menantu dan kedua cucunya. Dan bagaimana pula ketabahan bang Fadhil Bahalwan dalam menerima pukulan polisi Belanda. Penulis merasa perlu menyampaikan apresiasi kepada beliau berdua (Abdullah Bahalwan dan Fadhil Bahalwan) dan ada kewajiban moral bagi penulis untuk menyampaikan kontribusi Bahalwan senior kepada Bahalwan junior khususnya dan masyarakat umumnya.

Penulis berdoa, kepada keluarga Bahalwan yang menjadi korban meninggal akibat penyerangan sekutu kepada Banda, semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT dan dibalas dengan Jannah. Aamiin.

4 komentar: